Kamis, 11 Juni 2015

Cerita pendek di Karangsambung ...

Cerita Pendek di Karangsambung …
Sekitar seminggu yang lalu, tepatnya senin, 1 Juni 2015, kami taruna/i Geofisika melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ke daerah yang disebut sebagai “Jendela Geologi” ini.

Semangat dan antusias para taruna/i sangat  tinggi. Terlihat dari persiapan-persiapan yang dilakukan. Beberapa minggu sebelum keberangkatan, masing-masing kelompok yang terdiri dari 8 orang, telah melakukan pengecekan alat-alat survey, melakukan praktek pengukuran dengan beberapa metode geofisika di kampus, hingga mempersiapkan logistik di sana, dan tentunya mempersiapkan mental dan fisik yang kuat, mengingat medan yang akan kami lalui bukanlah medan yang biasa. Adapun pada survey ini, kami menggunakan beberapa metode geofisika, yaitu metode seismik refraksi, metode resistivity, metode magnetik, dan mikrozonasi.


 (Mengenai beberapa metode geofisika di atas, akan dijelaskan secara singkat pada postingan berikutnya)
Pada hari pertama, terlebih dahulu kami belajar mengenal wilayah penelitian kami. Belajar mengenai struktur geologi Karangsambung dan batu-batuan yang ada di sana. Diawali dengan presentasi yang diberikan oleh salah satu Pembina dari LIPI, kemudian kita mengelilingi wilayah Karangsambung dengan bis dan berjalan kaki. 

Ini adalah lokasi pertama yang kami datangi. Di sini kami belajar menggunakan kompas geologi, belajar menggunakan peta geologi, belajar mengukur kemiringan tempat, dsb.
Lokasi pertama yang kami kunjungi adalah Bukit Parangan. Bukit Parangan ini tersusun atas batuan beku intrusi diabas. Menurut seorang peneliti dari LIPI yang menjadi pemandu kami, di sini masyarakat sering melakukan penambangan, sehingga sangat disayangkan bila hal ini terus-menerus terjadi, bisa-bisa kita tidak bisa lagi melihat batuan beku ini.

Tak jauh dari lokasi pertama, kami berjalan menuju lokasi kedua. Gambar berikut adalah lokasi kedua, di sini kami tak berlama-lama, pemandu hanya menjelaskan sedikit mengenai jenis batuannya.


Setiap pemandangan indah harus diabadikan,agar energi yang terkuras  untuk sampai di sini tak menjadi sia-sia …
J J J

Kemudian kami melanjutkan perjalanan kami menuju Desa Totogan. Di sini kami di suruh untuk membuat perbandingan antara gunung utara dan gunung selatan. Kira-kira seperti ini perbandingannya …
Gunung Utara
Gunung Selatan
Ø  Bentuk bukit-bukitnya lebih runcing
Ø  Terdiri dari batuan campuran yaitu batuan sedimen, batuan beku, batuan metamorf -> Litologi mélange
Ø  Tidak resisten terhadap erosi/pelapukan terlihat dari adanya struktur atau kekar yang dominan
Ø  Terbentuk pada zaman pra-tersier ( >60 jt tahun)
Ø  Lebih landai
Ø  Litologi batuan sedimen
Ø  Lebih resisten terhadap erosi/pelapukan, tidak ada kekar atau struktur yang domina
Ø  Terbentuk pada zaman tersier (<60 jt tahun)
(Lupa nyimpan gambarnya dimana, hehehe …)

Nah, selanjutnya kami beranjak ke Desa Pucangan, Kecamatan Sadang.
Di sini kita langsung bersentuhan dengan batuan yang terbentuk di dasar samudera, namun kita bisa melihatnya di daratan. Inilah yang menjadi salah satu bukti bahwa dulu bumi mengalami evolusi. Batuan serpentinit ini berwarna kehijauan dan terbentuk dari batuan beku ultrabasa. Kaya akan mineral olivin dan mengandung ineral talc (bahan beku asbes).  
Pada gambar berikut, terlihat para taruna/i sedang ‘makan siang’ di atas batuan serpentinit. Berasa sedang di lantai samudera tanpa harus menyelam … hehehe

Setelah dari sini kami pun melanjutkan perjalanan ke sungai ‘Luk-Ulo’ . Hujan deras yang mengguyur sore itu, hampir saja menggagalkan kunjungan kami ke sungai ini. “Luk-Ulo”, terdiri dari dua kata, yaitu ‘luk’ yang berarti ‘meliuk-liuk’ dan ‘ulo’ yang berarti ‘ular’. Disebut ‘luk-ulo’ karena bentuknya yang meliuk-liuk seperti ular.
Di sini kami melihat macam-macam batuan, ada batuan kuarsa, marmer, batu gamping merah, rijang, andesit, dasit, gabro, basal, dll.


Bermain di tepi sungai “Luk-Ulo” sambil membersihkan batu-batu yang sudah kami identifikasi sebelumnya … Hehehe

“Perjalanan ini memang tak semudah yang dibayangkan, namun sangat berkesan dan bermanfaat”
Karangsambung, Miniatur Geologi Indonesia. Patutlah kita jaga dan pelihara agar bukti sejarah itu tidak hilang dan bisa disaksikan generasi-generasi berikutnya …





Tidak ada komentar:

Posting Komentar