Cerita
Pendek di Karangsambung …
Sekitar
seminggu yang lalu, tepatnya senin, 1 Juni 2015, kami taruna/i Geofisika
melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) ke daerah yang disebut sebagai “Jendela
Geologi” ini.
Semangat
dan antusias para taruna/i sangat tinggi.
Terlihat dari persiapan-persiapan yang dilakukan. Beberapa minggu sebelum
keberangkatan, masing-masing kelompok yang terdiri dari 8 orang, telah
melakukan pengecekan alat-alat survey, melakukan praktek pengukuran dengan
beberapa metode geofisika di kampus, hingga mempersiapkan logistik di sana, dan
tentunya mempersiapkan mental dan fisik yang kuat, mengingat medan yang akan
kami lalui bukanlah medan yang biasa. Adapun pada survey ini, kami menggunakan
beberapa metode geofisika, yaitu metode seismik refraksi, metode resistivity,
metode magnetik, dan mikrozonasi.
(Mengenai beberapa metode geofisika di atas,
akan dijelaskan secara singkat pada postingan berikutnya)
Pada
hari pertama, terlebih dahulu kami belajar mengenal wilayah penelitian kami.
Belajar mengenai struktur geologi Karangsambung dan batu-batuan yang ada di
sana. Diawali dengan presentasi yang diberikan oleh salah satu Pembina dari
LIPI, kemudian kita mengelilingi wilayah Karangsambung dengan bis dan berjalan
kaki.
Lokasi
pertama yang kami kunjungi adalah Bukit Parangan. Bukit Parangan ini tersusun
atas batuan beku intrusi diabas. Menurut seorang peneliti dari LIPI yang
menjadi pemandu kami, di sini masyarakat sering melakukan penambangan, sehingga
sangat disayangkan bila hal ini terus-menerus terjadi, bisa-bisa kita tidak
bisa lagi melihat batuan beku ini.
Tak jauh
dari lokasi pertama, kami berjalan menuju lokasi kedua. Gambar berikut adalah lokasi
kedua, di sini kami tak berlama-lama, pemandu hanya menjelaskan sedikit
mengenai jenis batuannya.
Setiap
pemandangan indah harus diabadikan,agar energi yang terkuras untuk sampai di sini tak menjadi sia-sia
…
J J J
|
Kemudian kami melanjutkan perjalanan kami
menuju Desa Totogan. Di sini kami di suruh untuk membuat perbandingan antara
gunung utara dan gunung selatan. Kira-kira seperti ini perbandingannya …
Gunung Utara
|
Gunung Selatan
|
Ø Bentuk
bukit-bukitnya lebih runcing
Ø Terdiri
dari batuan campuran yaitu batuan sedimen, batuan beku, batuan metamorf ->
Litologi mélange
Ø Tidak
resisten terhadap erosi/pelapukan terlihat dari adanya struktur atau kekar
yang dominan
Ø Terbentuk
pada zaman pra-tersier ( >60 jt tahun)
|
Ø Lebih
landai
Ø Litologi
batuan sedimen
Ø Lebih
resisten terhadap erosi/pelapukan, tidak ada kekar atau struktur yang domina
Ø Terbentuk
pada zaman tersier (<60 jt tahun)
|
(Lupa
nyimpan gambarnya dimana, hehehe …)
Nah,
selanjutnya kami beranjak ke Desa Pucangan, Kecamatan Sadang.
Di sini
kita langsung bersentuhan dengan batuan yang terbentuk di dasar samudera, namun
kita bisa melihatnya di daratan. Inilah yang menjadi salah satu bukti bahwa
dulu bumi mengalami evolusi. Batuan serpentinit ini berwarna kehijauan dan
terbentuk dari batuan beku ultrabasa. Kaya akan mineral olivin dan mengandung
ineral talc (bahan beku asbes).
Pada gambar
berikut, terlihat para taruna/i sedang ‘makan siang’ di atas batuan serpentinit.
Berasa sedang di lantai samudera tanpa harus menyelam … hehehe
Setelah dari
sini kami pun melanjutkan perjalanan ke sungai ‘Luk-Ulo’ . Hujan deras yang
mengguyur sore itu, hampir saja menggagalkan kunjungan kami ke sungai ini. “Luk-Ulo”,
terdiri dari dua kata, yaitu ‘luk’ yang berarti ‘meliuk-liuk’ dan ‘ulo’ yang
berarti ‘ular’. Disebut ‘luk-ulo’ karena bentuknya yang meliuk-liuk seperti
ular.
Di sini
kami melihat macam-macam batuan, ada batuan kuarsa, marmer, batu gamping merah,
rijang, andesit, dasit, gabro, basal, dll.
|
“Perjalanan
ini memang tak semudah yang dibayangkan, namun sangat berkesan dan bermanfaat”
Karangsambung,
Miniatur Geologi Indonesia. Patutlah kita jaga dan pelihara agar bukti sejarah
itu tidak hilang dan bisa disaksikan generasi-generasi berikutnya …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar